Proposal Penelitian Kesehatan
USUL PENELITIAN
MANDIRI
STUDI SANITASI KESEHATAN LINGKUNGAN MASYARAKAT DI
KECAMATAN BONDOALA KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA TAHUN 2009
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2009
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujut
derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat,
bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup sehat dalam
lingkungan dan dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat
kesehatan yang optimal di seluruh wilayah Republik Indonesia (Anonim, 2002).
Untuk dapat mencapai tujuan pembangunan kesehatan
tersebut, maka penyelenggaraan upaya kesehatan perlu memperhatikan
kebijakan-kebijakan, salah satu kebijakan adalah penyelenggaraan kesehatan yang
terpadu dan berkesinambungan melalui upaya peningkatan kesehatan dengan
perioritas utama pada pencegahan pemberantasan penyakit menular (Anonim, 2004).
Derajat kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
lingkungan, perilaku, pelayanan medis, dan keturunan, yang sangat besar
pengaruhnya adalah keadaan lingkungan yang selalu memenuhi syarat kesehatan dan
perilaku masyarakat yang merugikan kesehatan, dan perilaku masyarakat yang
merugikan kesehatan, baik masyarakat dipedesaan maupun diperkotaan yang
disebabkan karena kurangnya pengetahuan, dan kemampuan masyarakat dibidang
kesehatan, ekonomi maupun teknologi demikian pendapat seorang ahli H.L Blum
(1974).
Terdapat dua unsur pokok yang sangat erat terkait satu
sama lain yaitu unsur fisik dan sosial. Lingkungan fisik dapat mempunyai
hubungan langsung dengan kesehatan dan perilaku sehubungan dengan kesehatan :
lingkungan sosial seperti ketidak adilan lingkungan sosial yang dapat
menyebabkan kemiskinan yang berdampak terhadap stayus kesehatan masyarakat dan
menimbulkan penyakit berbasis lingkungan. Masalah kesehatan berbasis lingkungan
disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak memadai, baik kualitas maupun
kuantitasnya serta perlaku hidup sehat masyarakat yang masi rendah.
Dalam rangka meningkatakan status kesehatan masyarakat,
maka lingkungan yang diharapkan dalam visi indonesia sehat tahun 2010 adalah
lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat, yaitu lingkungan yang
bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai,
perumahan, pemukiman yang sehat, perencanaan kewasan yang berwawasan kesehatan,
serta terwujudanya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong dalam
memelihara nilai-nilai budaya bangsa.
Adapun pendekatan yang dilakukan dalam melaksanakan upaya
peningkatan kesehatan lingkungan yakni dengan melakukan pengawasan, pembinaan
dan penyuluhan secara terus menerus terhadap masyarakat sehingga masyarakat
bersama-sama dengan petugas puskesmas sebagai ujung tombak dimasyarakat maupun
oleh dinas kesehatan kabupaten.
Kesehatan lingkungan merupakan suatu kondisi yang
berpengaruhn positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimum.
Kesehatan lingkungan masyarakat antara lain perumahan, pembungan sampah,
pembuangan tinja, penyediaan air bersih, pembuangan air limbah dan sebagainya
masalah air bersih, dalam pengadaannya harus didukung oleh sarana yang
mempengaruhi syarat-syrat kesehatan (Azwar, 1996).
Lingkungan merupakan salah satu faktor penentu derajat
kesehatan, disamping beberapa variabel lainnya seperti perilaku, keberadaan
pelayanan kesehatan dan herediter. Menurut laporan terbaru Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) sebanyak 40 % dari penyakit yang disebabkan oleh berbagai faktor
lingkungan sebenarnya dapat dicegah, sekurangnya lebih dari 13 juta kematian
setiap tahun yang disebabkan faktor lingkungan tersebut dapat dicegah. Hampir
sepertiga kematian dan penyakit pada beberapa negara maju disebabkan faktor
lingkungan. Kelompok masyarakat rentan juga tidak luput dari pengaruh
lingkungan terhadap kesehatan mereka. Diestimasikan lebih dari 33 %
penyakit pada balita disebabkan oleh paparan lingkungan. Pencegahan terhadap
faktor resiko lingkungan dapat menyelamatkan sebanyak 4 juta nyawa balita, yang
sebagian besar berada di negara – negara berkembang ( Depkes RI, 1997 ).
Lingkungan sangat berpengaruh penting terhadap kehidupan
komunitas pemijaknya, di salah satu sisi menjadi sarana kehidupan namun pada
kondisi lain dapat menjadi sumber dari hadirnya berbagai penyakit yang dapat
mengancam kehidupan manusia dan mahluk lainya. Lahirnya berbagai penyakit
sesungguhnya tidak bisa dipisahkan dari kondisi lingkungan dimana komunitas
sumber penyebab penyakit (Agent) berada. Kondisi kehadiran sumber penyebab
penyakit sangat bergantung pada lingkungan (air, tanah, udara, tumbuhan serta
manusia). Keberadaan air di sekitar manusia sangat berguna bagi kelangsungan
hidup kita, namun disisi lain ketersediaan air juga menjadi salah satu sumber
penyebab penyakit. Misalnya air yang telah terkontaminasi oleh adanya berbagai
benda (materi) asing sebagai hasil dari kegiatan rumah tangga atau lingkungan
industri (kandungan logam berat, detergen, sampah dengan berbagai jenis
macamnya, termasuk buangan limbah radioaktif), yang dapat merubah tatanan
kandungan air yang layak untuk dikonsumsi masyarakat dapat menyebabkan bergabai
penyakit diantarannya ; diare, scabies, iritasi pada kulit dan lain-lain.
Hasil buangan sampah dan limbah masuk kebadan air dengan
berbagai cara, dengan melalui pembuangan langsung atau tidak langsung.
Pembuangan langsung misalnya, pabrik atau rumah tangga mengalirkan langsung
limbahnya ke sungai atau mata air disekitar kawasan dimana pemukiman itu
berada. Semakin banyak hasil buangan limbah yang dihasilkan ke badan air
semakin tinggi pula tingkat pengotoran badan air. Kegiatan pencemaran air sudah
bukan hal yang baru sampai saat ini. Hal ini bisa dilhat di berbagai sudut kota
atau lingkungan pemukiman penduduk yang dilalui oleh adanya aliran sungai,
nampak jelas tercermin kandungan badan air yang telah keruh, banyak terdapat
sampah, bahkan sangat menyedihkan lagi aliran sungai tersebut menjadi tersumbat
pengaliranya, kondisi ini terus-menerus berlanjut sampai pada tingkatan yang
lebih tinggi bila kondisi musim penghujan dapat menjadi pencetus banjir.
Berdasarkan laporan Direktorat Penyehatan Lingkungan
Departemen Kesehatan seperti yang dikutip Kantor Berita Antara menyebutkan, di
Indonesia terdapat empat dampak besar kesehatan yang disebabkan pengelolaan air
dan sanitasi yang buruk, yakni diare, tipus, polio, dan cacingan. Hasil survei
pada 2006 menunjukkan bahwa kejadian diare pada semua usia di Indonesi adalah
423 dari tiap 1.000 orang, dan terjadi 1-2 kali per tahun pada anak-anak
berusia di bawah 5 tahun. Pada 2001, angka kematian rata-rata yang diakibatkan
diare adalah 23 di tiap 100.000 orang penduduk, sedangkan angka yang lebih
tinggi terjadi pada kelompok anak berusia di bawah 5 tahun, yaitu 75 per
100.000 orang.
Sementara kematian anak berusia di bawah tiga tahun
akibat diare adalah 19 persen, dengan kata lain sekitar 100.000 anak meninggal
dunia tiap tahunnya akibat diare. Sanitasi yang buruk juga menimbulkan penyakit
tipus, angka nasional menunjukkan 350-810 orang pada setiap 100.000 orang
penduduk terpapar tipus. Bahkan studi klinis rumah sakit menunjukkan bahwa
angka penderita tipus adalah 500 per 100.000 orang penduduk, dan laju
kematiannya adalah 0,6-5 persen. Polio juga merebak akibat sanitasi yang buruk,
seperti catatan Departemen Kesehatan tentang wabah polio di Provinsi Jawa
Barat. Khusus tentang prevalensi cacingan, Departemen Kesehatan tahun 2007
menyebutkan sekitar 35,3 persen penduduk Indonesia diperkirakan terpapar
cacingan. Kerugian ekonomi akibat sanitasi buruk dan minimnya pasokan air
bersih di Indonesia mencapai 2,4 persen Produk Domestik Bruto (GDP), atau 13
dolar Amerika per rumah tangga menurut kajian Bank Pembangunan Asia (ADB) tahun
1998.(WAN*).
Laporan tersebut juga memperkirakan bahwa lebih dari 13
juta kematian tiap tahun disebabkan faktor lingkungan yang dapat dicegah.
Hampir sepertiga kematian dan penyakit pada sedikit negara maju disebabkan
faktor lingkungan. Kelompok masyarakat rentan juga tidak luput dari pengaruh
lingkungan terhadap kesehatan mereka. Diestimasikan bahwa lebih dari 33%
penyakit pada balita disebabkan oleh paparan lingkungan. Pencegahan terhadap
faktor risiko lingkungan dapat menyelamatkan sebanyak 4 juta nyawa balita, yang
sebagian besar berada di negara-negara berkembang.
Laporan WHO yang berjudul Mencegah penyakit melalui
penciptaan lingkungan sehat, perkiraan permasalahan kesehatan di masa depan
merupakan studi paling komprehensif dan sistematis saat ini tentang bagaimana
faktor risiko lingkungan yang dapat dicegah berperan terhadap banyaknya
penyakit dan luka-luka. Dengan menitikberatkan pada penyebab lingkungan, dan
bagaimana berbagai penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan, para analis
menunjukkan hal baru dalam pemahaman interaksi antara lingkunagn dan kesehatan.
Estimasi tersebut menunjukkan betapa banyak kematian, kesakitan, dan kecacatan
dapat dicegah tiap tahun melalui pengelolaan lingkungan yang lebih baik.
Penyakit dengan jumlah terbesar setiap tahun, dalam konteks
kesehatan, kesakitan, dan kecacatan yang diakibatkan oleh faktor lingkungan
antara lain ; (1). Diare sebagian besar disebabkan air yang tidak bersih,
sanitasi dan hygiene yang buruk. (2). Infeksi Saluran pernapasan bawah,
sebagian besar disebabkan oleh polusi udara, di dalam dan luar ruangan. (3).
Luka yang tidak intens selain luka akibat kecelakaan, sebagian besar disebabkan
oleh tata kota yang buruk atau tata rancang lingkungan yang buruk dari sistem
transportasi. (4). Malaria, sebagian besar akibat sumber air yang buruk,
pengelolaan penggunaan lahan dan rumah yang memungkinkan keberadaan vektor
berkembang biak. (5). Kerusakan paru kronis Chronic Obstructive Pulmonary
Diseases (COPD) penyakit yang berkembang perlahan diindikasikan dengan
hilangnya fungsi paru secara bertahap. (12 juta DALYs per tahun; 42% dari
seluruh kasus secara global) sebagian besar disebabkan paparan debu dan
partikulat di tempat kerja serta bentuk lain dari polusi udara di dalam dan
luar ruangan. (6). Kondisi perinatal
Laporan WHO menunjukkan bahwa faktor lingkungan
berpengaruh secara signifikan terhadap lebih dari 80 % penyakit-penyakit
tersebut. Lebih jauh lagi, nampaknya secara kuantitatif hanya risiko faktor
lingkungan tersebut yang dapat berubah. Dengan mengoptimalkan langkah terhadap
faktor lingkungan, jutaan kematian dapat dicegah tiap tahun, yang juga patut
diperhatikan adalah perlunya kerjasama dengan sector yang memilki keterkaitan
erat dengan faktor lingkungan, seperti energi, transportasi, pertanian, dan
industri
Lingkungan merupakan salah satu faktor penentu derajat
kesehatan, disamping beberapa variabel lainnya seperti perilaku, keberadaan
pelayanan kesehatan dan herediter. Senada dengan hal tersebut, menurut laporan
terbaru Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebanyak 24 % dari penyakit global
disebabkan oleh segala jenis faktor lingkungan yang dapat dicegah. Oleh karena
itu, ke depan semakin dibutuhkan upaya yang intensif dan serius dari banyak
pihak terkait untuk melakukan intervensi terahadap faktor lingkungan.
Berdasarkan uraian dan gambaran kenyataan-kenyataan diatas, maka peneliti
sangat tertarik untuk melalukan riset tentang gambaran kondisi sanitasi
kesehatan lingkungan masyarakat di Kecamatan Bondoala Kabupaten Konawe Provinsi
Sulawesi Tenggara tahun 2009.
BAB II
PERMASALAHAN
Kondisi lingkungan (sanitasi) desa dan kota
di Indonesia tidak dapat dikatakan baik. Perilaku masyarakat yang masih awam
bahkan “primitif” dalam memperlakukan lingkungan dengan membuang sampah dan
limbah sembarangan mengakibatkan penyakit dapat menyebar ke berbagai tempat.
Banyak rumah masyarakat di perkampungan dibangun tanpa memiliki toilet dan
mereka membuang hajat di sungai-sungai dan danau. Laporan Bank Dunia (2008)
tentang kerugian yang diderita masyarakat Indonesia akibat buruknya sanitasi
mencapai Rp 56 triliun.
Kerugian ekonomi ini antara lain dipicu oleh
89 juta kasus diare per tahun dan 23.000 orang mati akibat diare tersebut.
Laporan sanitasi ini juga menghitung, setidaknya 120 juta kejadian penularan
penyakit dan 50.000 bayi yang mati prematur setiap tahunnya. Ini akibat
sanitasi dan higienitas lingkungan yang buruk. Laporan Water and Sanitation
Program (WSP) tersebut menyimpulkan dampak kerugian lingkungan yang buruk
mengakibatkan hilangnya material berupa biaya kesehatan Rp 29,5 triliun, biaya
air Rp 13,3 triliun, lingkungan Rp 847 miliar, pariwisata Rp 1,4 triliun dan
kesejahteraan lain Rp 10,7 triliun.
Krisis air dipicu juga oleh perencanaan ruang
dan pembangunan perumahan yang tidak tertata disertai penggalian air tanah yang
berlebihan. Keperluan air yang sangat vital memerlukan upaya terintegrasi tata
ruang antarwilayah agar dapat berbagi keuntungan dalam pengelolaan ekosistem
melalui skema pembayaran perawatan ekosistem (payment of ecosystem services).
Pencemaran air dapat berdampak pada meningkatkan beban biaya pengadaan air
bersih untuk rumah tangga, di samping itu akan mengurangi produksi ikan di
sungai dan danau.
Merujuk kepada Laporan Pencapaian Milenium
Development Goals (Target Pembangunan Milenium) Indonesia Tahun 2007 bahwa
akses masyarakat terhadap pelayanan air minum perpipaan, air dengan
kualitas yang dapat diandalkan (reliable) dan lebih sehat dibandingkan dengan
sumber air lainnya di daerah perkotaan dan pedesaan pada tahun 2006
masing-masing sebesar 30,8 % dan 9,0 %. Angka ini menunjukkan penurunan bagi
daerah perkotaan dibandingkan dengan tahun 2000 yang mencapai 36,2 %. Sementara
itu, bagi pedesaan, akses masyarakat pada tahun 2006 meningkat
dibandingkan tahun 2000 yang hanya sebesar 6,9 %. Di sini terlihat bahwa desa
masih tertinggal.
Sementara itu, jika akses pelayanan air bersih tersebut
dilihat berdasarkan definisi air bersih sebagai air minum non-perpipaan
terlindungi - yaitu air dengan kualitas sumber air yang mempertimbangkan
konstruksi bangunan sumber airnya serta jarak dari tempat pembuangan tinja
terdekat dan arak yang layak antara sumber air dan tempat pembuangan tinja
terdekat adalah lebih dari 10 meter maka akan terlihat pula
ketertinggalan masyarakat desa. Jika pada tahun 2006 sebesar 87,6% masyarakat
kota menikmati hal ini, maka tidak demikian halnya untuk masyarakat desa. Hanya
sebesar 52,1% masyarakat desa yang menikmatinya. Jumlah ini jika dibandingkan
sama dengan tingkat akses masyarakat kota pada tahun 1994 (Laporan Pencapaian
MDG's Indonesia 2007,). Jadi, dapat dikatakan bahwa kondisi fasilitas air
bersih di desa jauh tertinggal sejauh 12 tahun dibandingkan kota. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar 1 berikut.
Setali tiga uang seperti halnya akses air bersih, akses masyarakat
desa terhadap fasilitas sanitasi yang layak juga masih jauh tertinggal jika
dibandingkan dengan kota. Hanya sebesar 60 % masyarakat desa yang menikmati
fasilitas sanitasi yang layak. Angka ini berbeda 9,3 % dibawah rata-rata
nasional. Sementara jika dibandingkan dengan kondisi kota, jurang perbedaan
tersebut cukup lebar yaitu sebesar 21,8 %. Angka pencapaian akses masyarakat
desa terhadap fasilitas sanitasi tahun 2006 yaitu sebesar 60 % tersebut tidak
jauh berbeda, bahkan relatif sama, dengan tingkat akses masyarakat kota pada
tahun 1992 yaitu sebesar 57,5 %. Hanya berbeda sebesar 2,5 %. Tingkat akses
masyarakat desa jauh tertinggal 14 tahun dibandingkan kota.
Kesehatan : Kondisi yang memungkinkan optimalisasi fungsi
fisik, psikis dan sosial dari seseorang sehingga dapat lebih produktif. Salah
satu yang menjadi permasalahn kesehatan di Indonesia saat ini adalah masih
tingginya angka kematian ibu dan angka kematian bayi yaitu sebesar 461/100.000,
AKB : 42/1000, U-5MR : 55/1000, sementara umur harapan hidup masih dalam
kisaran 65,5 tahun disisi lain dihadapkan pada masalah Beban Ganda Kesehatan,
tingginya Prevalensi Infeksi Tinggi : Malaria, DHF, ISPA, Diare, TB, HIV/AIDS,
Prevalensi Degeneratif juga tinggi : Kardiovaskuar Syndrome, DM, Neoplasma.
Menurut Direktorat Penyehatan Lingkungan Departemen
Kesehatan seperti yang dikutip Kantor Berita Antara menyebutkan, di Indonesia
terdapat empat dampak besar kesehatan yang disebabkan pengelolaan air, sampah
dan sanitasi lingkungan yang buruk yakni, diare, tipus, polio dan cacingan.(
Depkes RI, 2008 ). Masalah penyediaan sarana air bersih dan pengawasan
pembuangan sampah serta pengelolaan air limbah di daerah pantai masih perlu
ditangani secara serius. Hal ini disebabkan karena belum teraturnya pemukiman dan
pembangunan sarana sanitasi wilayah pantai, sehingga sering menimbulkan
dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat
Hasil penelitian Meinar (2009) tentang faktor risiko
kejadian penyakit diare di desa lalohao kecamatan wonggeduku kabupaten
konawe tahun 2007 menyatakan bahwa Sarana air bersih berhubungan dan merupakan
faktor risiko kejadian diare di Desa Lalohao Kecamatan Wongeduku Kabupaten
Konawe, Dengan risiko 9 kali lebih besar terjadinya penyakit diare pada sampel
sarana sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat kesehatan, Pengetahuan
berhubungan dan merupakan faktor risiko kejadian diare di Desa Lalohao
Kecamatan Wongeduku Kabupaten Konawe, dengan risiko 4,964 kali lebih besar
terjadinya penyakit diare pada responden yang berpengetahuan kurang, Jamban
Keluarga berhubungan dan merupakan faktor risiko kejadian diare di Desa Lalohao
Kecamatan Wongeduku Kabupaten Konawe, dengan risiko 2,934 kali lebih besar
terjadinya penyakit diare pada sample kondisi jamban keluarga yang tidak
memenuhi syarat kesehatan, Kebiasaan mencuci tangan berhubungan dan merupakan
faktor risiko kejadian diare di Desa Lalohao Kecamatan Wongeduku Kabupaten
Konawe, dengan risiko 32,308 kali lebih besar terjadinya penyakit diare pada
responden yang tidak kebiasaan mencuci tangan.
Kemampuan manusia untuk mengubah atau memoditifikasi
kualitas lingkungannya tergantung sekali pada taraf sosial budayanya.
Masyarakat yang masih primitif hanya mampu membuka hutan secukupnya untuk
memberi perlindungan pada masyarakat. Sebaliknya, masyarakat yang sudah maju
sosial budayanya dapat mengubah lingkungan hidup sampai taraf yang
irreversible. Prilaku masyarakat ini menentukan gayahidup tersendiri yang akan
menciptakan lingkungan yang sesuai dengan yang diinginkannya mengakibatkan
timbulnya penyakit juga sesuai dengan prilakunya tadi.
Menurut paragdima Blum tentang kesehatan dari lima faktor
itu lingkungan mempunyai pengaruh dominan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi
status kesehatan seseorang itu dapat berasal dari lingkungan pemukiman, lingkungan
sosial, linkungan rekreasi, lingkungan kerja. Keadaan kesehatan lingkungan di
Indonesia masih merupakan hal yang perlu mendapaat perhatian, karena
menyebabkan status kesehatan masyarakat berubah seperti: Peledakan penduduk,
penyediaan air bersih, pengolalaan sampah, pembuangan air limbah penggunaan
pestisida, masalah gizi, masalah pemukiman, pelayanan kesehatan, ketersediaan
obat, populasi udara, abrasi pantai, penggundulan hutan dan banyak lagi
permasalahan yang dapat menimbulkan satu model penyakit. Jumlah penduduk yang
sangat besar 19.000 juta harus benar-benar ditangani. Masalah pemukiman sangat
penting diperhatikan.
Pada saat ini pembangunan di sektor perumahan sangat
berkembang, karena kebutuhan yang utama bagi masyarakat. Perumahan juga harus memenuhi
syarat bagi kesehatan baik ditinjau dari segi bangungan, drainase, pengadaan
air bersih, pengolalaan sampah domestik uang dapat menimbulkan penyakit infeksi
dan ventilasi untuk pembangunan asap dapur. Perilaku pola makanan juga mengubah
pola penyakit yang timbul dimasyarakat. Gizi masyarakat yang sering menjadi
topik pembicaraan kita kekurangan karbohidrat, kekurangan protein, kekurangan
vitamin A dan kekurangan Iodium. Di Indonesia sebagian besar penyakit yang
didapat berhubungan dengan kekurangan gizi. Ada yang kekurangan kuantitas
makanan saja (Maramus), tapi seringkali juga kualitas kurang (Kwashiorkor).
Sebagian besar penyakit yang didapat berhubungan dengan kekurangan gizi
terutama terdapat pada anak-anak. Industrialisasi pada saat ini akan menimbulkan
masalah yang baru, kalau tidak dengan segera ditanggulangi saat ini dengan
cepat. Lingkungan industri merupakan salah satu contoh lingkungan kerja.
Pengaruh air terhadap kesehatan dapat menyebabkan
penyakit menular dan tidak menular. Perkembangan epidemiologi menggambarkan
secara spesifik peran lingkungan dalam terjadinya penyakit dan wabah.
Lingkungan berpengaruh pada terjadinya penyakit penyakit umpama penyakit
malaria karena udara jelek dan tinggal disekitar rawa-rawa. Orang beranggapan
bahwa penyakit malaria terjadi karena tinggal pada rawa-rawa padahal nyamuk
yang bersarang di rawa menyebabkan penyakit malaria. Dipandang dari segi
lingkungan kesehatan, penyakit terjadi karena interaksi antara manusia dan
lingkungan.
Manusia memerlukan daya dukung unsur-unsur lingkungan
untuk kelangsungan hidupnya. Udara, air, makanan, sandang, papan dan seluruh
kebutuhan manusia harus diambil dari lingkungannya. Akan tetapi proses
interaksi manusia dan lingkungannya ini tidak selalu mendapat untuk, kadang-kadang
merugikan. Begitu juga apabila makanan atau minuman mengandung zat-zat
berbahaya bagi kesehatan. Zat tersebut dapat berupa racun asli ataupun
kontamunasi dengan mikroba patogen atau atau bahan kimia sehingga terjadinya
penyakit atau keracunan. Hal ini merupakan hubungan timbal balik antara
aktivitas manusia dengan lingkungannya. Jadi dialam ini terdapat faktor yang
menguntungkan manusia (eugenik) dan yang merugikan (disgenik).
Usaha-usaha dibidang kesehatan lingkungan ditujukan untuk meningkatkan daya guna
faktor eugenik dan mengurangi peran atau mengendalikan faktor disgenik. Secara
naluriah manusia memang tidak dapat menerima kehadiran faktor disgenik didalam
lingkungan hidupnya, oleh karena itu kita selalu berusaha memperbaiki keadaan
sekitarnya sesuai dengan kemampuannya.
Sejalan dengan perkembangan ilmu dan tehnologi,
lingkungan hidup akan berubah pula kualitasnya. Perubahan kualitas lingkungan
akan selalu terjadi sehingga lingkungan selalu berada dalam keadaan dinamis.
Hal ini disertai dengan meningkatnya pertumbuhan industri disegala bidang.
Perubahan kualitas lingkungan yang cepat ini merupakan tantangan bagi manusia
untuk menjaga fungsi lingkungan hidup agar tetap normal sehingga daya dukung
kelangsungan hidup di bumi ini tetap lestari dan kesehatan masyarakat tetap
terjamin. Oleh karenanya perlu ditumbuhkan strategi baru untuk dapat
meningkatkan dan memelihara kesehatan masyarakat yakni setiap aktivitas harus :
(1). Didasarkan atas kebutuhan manusia. (2). Ditujukan pada kehendak
masyarakat. (3). Direncanakan oleh semua pihak yang berkepentingan. (4).
Didasarkan atas prinsip-prinsip ilmiah. (5). Dilaksanakan secara manusiawi.
Pengaruh lingkungan terhadap kesehatan ada dua cara
positif dan negatif . Pengaruh positif, karena didapat elemen yang menguntungkan
hidup manusia seperti bahan makanan, sumber daya hayati yang diperlukan untuk
meningkatkan kesejahteraannya seperti bahan baku untuk papan, pangan, sandang,
industi, mikroba dan serangga yang berguna dan lain-lainnya.
Adapula elemen yang merugikan seperti mikroba patogen,
hewan dan tanaman beracun, hewan berbahaya secara fisik, vektor penyakit dan
reservoir penyebab dan penyebar penyakit. Secara tidak langsung pengaruhnya
disebabkan elemen-elemen didalam biosfir banyak dimanfaatkan manusia untuk meningkatkan
kesejahteraanya. Semakin sejahtera manusia, diharapkan semakin naik pula
derajat kesehatannya. Dalam hal ini, lingkungan digunakan sebagai sumber bahan
mentah untuk berbagai kegiatan industri kayu, industri meubel, rotan,
obat-obatan, papan, pangan, fermentasi dan lain-lainnya.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Sanitasi
Lingkungan
Menurut Slamet ( 1994 ) sanitasi
lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitarnya, baik berupa benda
hidup, benda mati, benda nyata ataupun abstrak termasuk manusia lainnya, serta
suasana yang terbentuk karena terjadinya interaksi diantara elemen – elemen di
alam tersebut.
Pengaruh lingkungan terhadap kesehatan ada dua cara
positif dan negatif. Pengaruh positif, karena didapat elemen yang menguntungkan
hidup manusia seperti bahan makanan, sumber daya hayati yang diperlukan untuk
meningkatkan kesejahteraannya seperti bahan baku untuk papan, pangan, sandang,
industi, mikroba dan serangga yang berguna dan lain-lainnya.
Adapula elemen yang merugikan seperti mikroba patogen,
hewan dan tanaman beracun, hewan berbahaya secara fisik, vektor penyakit dan
reservoir penyebab dan penyebar penyakit. Secara tidak langsung pengaruhnya
disebabkan elemen-elemen didalam biosfir banyak dimanfaatkan manusia untuk
meningkatkan kesejahteraanya. Semakin sejahtera manusia, diharapkan semakin
naik pula derajat kesehatannya. Dalam hal ini, lingkungan digunakan sebagai
sumber bahan mentah untuk berbagai kegiatan industri kayu, industri
meubel, rotan, obat-obatan, papan, pangan, fermentasi dan
lain-lainnya.
B. Tinjauan Umum tentang Penyediaan Air Bersih
Air adalah unsur penting yang sangat
berperan dalam kehidupan manusia. Tidak hanya karena sekitar 80 % tubuh manusia
terdiri dari cairan, akan tetapi juga karena di dalam air terdapat unsur
mineral yang diperlukan untuk perkembangan dan pertumbuhan fisik manusia (
Hasyim, 2000 )
Menurut Peraturan Menteri
Kesehatan RI. No. 416/Menkes/Per/XI/1990 bahwa air bersih yang memenuhi syarat
kesehatan adalah sebagai berikut :
1. Syarat kualitas terdiri atas :
a. Syarat fisik :
bersih, jernih, tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna.
b. Syarat kimia : tidak mengandung zat – zat yang berbahaya
bagi kesehatan seperti racun, serta tidak mengandung mineral dan zat organik
yang jumlahnya tinggi dari ketentuan.
c. Syarat
biologis : tidak mengandung organisme patogen.
d. Syarat radioaktif
: bebas dari sinar alfa dan sinar beta.
2. Syarat kuantitas, yaitu pada daerah
pedesaan untuk hidup secara sehat cukup
dengan memperoleh 60 liter/hari/orang, sedangkan daerah perkotaan 100 –
150 liter/hari/orang.
Berikut
penggolongan penyakit yang berhubungan dengan air menurut bentuk
infeksi dan rute transmisi oleh Bradley ( Hasyim, 2000 )
1. Water Borne Disease, Jenis
penyakit yang ditularkan atau disebarkan akibat kontaminasi air oleh kotoran
manusia atau air seni, yang kemudian airnya dikonsumsi oleh manusia yang tidak
memiliki kekebalan terhadap penyakit tersebut antara lain : cholera, thypoid,
basillary dysentry, weil’s disease.
2. Water Washed Diseas, Jenis penyakit yang ditransmisikan dengan
masuknya air yang tercemar kotoran ke dalam tubuh secara langsung ( fecal
oral ) akibat penyedian air bersih dan untuk pencucian alat atau benda yang
digunakan kurang secara kuantitas maupun kualitas. Jenis penyakit pada kelompok
ini adalah : Bacterial Ulcers ( bisul ), Scabies ( kudis ), Trachoma
( terserang pada mata ).
3.
Water Based Disease, Penyakit akibat organisme patogen yang sebagian
siklus hidupnya dalam air atau host sementara yang hidup dalam air.
Penyakit yang masuk dalam golongan ini adalah Schistosimiasis, cacing
Guinea.
4. Insect Water Related, Penyakit yang disebabkan oleh insekta yang berkembangbiak
atau memperoleh makanan di sekitar air sehingga insiden – insidennya
dapat dihubungkan dengan dekatnya sumber air yang cocok, misalnya penyakit
malaria dan oncohocersiasis ( river blindness ).
C. Tinjauan Tentang Penyediaan Jamban Keluarga
1. Pengertian Jamban
Jamban keluarga adalah suatu bangunan
yang digunakan untuk membuang tinja atau kotoran manusia yang lazim disebut
kakus atau wc. Pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan
menyebabkan kontaminasi pada air tanah.
Untuk mencegah atau sekurang- kurangnya
mengurangi kontaminasi tinja dengan lingkungan, maka pembuangan kotoran manusia
harus dikelola dengan baik, maksudnya harus dilakukan di suatu tempat tertentu
atau jamban yang sehat. Suatu jamban keluarga disebut sehat apabila memenuhi
syarat sebagai berikut :
a.
Tidak mengotori
permukaan tanah di sekeliling jamban.
b.
Tidak mengotori
air permukaan di sekitarnya.
c.
Tidak dapat
dijangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa.
d.
Tidak
menimbulkan bau.
e.
Mudah digunakan
dan dirawat
f.
Desainnya
sederhana
g.
Murah
h.
Dapat diterima
oleh pemakainnya. ( Notoatmodjo, 1997 )
2. Tinja Sebagai Sumber Penularan Penyakit.
Pembungan tinja manusia yang tidak memenuhi syarat kesehatan seringkali
berhubungan dengan kurangnya penyedian air bersih dan fasilitas kesehatan
lainnya. Hal yang demikian ini dapat menjadi sumber berbagai penyakit yang
ditularkan oleh tinja seperti : kholera, diare, cacingan dan penyakit lainnya.
Jamban yang dapat memberi pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap status
kesehatan masyarakat. Pengaruh langsung misalnya, dapat mengurangi insiden
penyakit tertentu seperti kholera, hepatitis dan lain- lain, sedangkan hubungan
tidak langsung berkaitan dengan komponen sanitasi lingkungan ( Koesmantoro,
1991 )
Lebih dari 50 jenis infeksi oleh virus, bakteri maupun mikroorganisme dapat
ditularkan dan diderita masyarakat seperti diare, kholera, penyakit saluran
pernapasan jika ekstreta/tinja dibuang tidak pada tempatnya. Oleh karena itu
jamban keluarga sangat dibutuhkan untuk digunakan oleh masyarakat
(Kusnoputranto, 1997)
D. Tinjauan
Umum Tentang
Sampah
1. Pengertian
Menurut Entjang (1997), yang dimaksud dengan sampah
adalah semua zat atau benda yang sudah tidak dipakai lagi yang berasal dari
rumah-rumah ataupun sisa-sisa proses industri. Sampah adalah bahan buangan
bukan cairan yang dihasilkan dari aktivitas domestik, komersial, pertanian,
pelayanan umum, pembangunan, pertambangan, industri dan lain sebagaianya
ataupun bahan buangan berasal dari suatu proses alamia yang mungkin terjadi
(Chatib, 1995).
2. Sumber Sampah
Menurut Notoatmodjo,1997 bahwa pada
umumnya klasifikasikan sumber sampah dihubungkan dengan aktivitas manusia
dan pemggunaan (tata guna) lahan yaitu : (a). Sampah yang berasal dari
permukiman (domestic waste), (b). Sampah yang berasal dari tempat-tempat
umum(c).Sampah yang berasal dari perkantoran (d). Sampah yang berasal dari
jalan (e). Sampah yang berasal dari industri (industrial wastes). (e).
Sampah yang berasal dari pertanian/perkebunan. (f). Sampah yang berasal dari
pertambangan. (g). Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Sampah
Menurut Sahidi, 2003 bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi sampah adalah :
1. Jumlah penduduk
dan kepadatannya
2. Sistem pengumpulan dan pembuangan sampah.
3. Pengambilan bahan-bahan pada sampah untuk
dipakai kembali
4. Geografi
5. Waktu, musim
dan iklim
6. Status sosial
ekonomi
7. Teknologi
4.
Dasar Pengelolaan Sampah
Sampah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia
karena timbulnya sampah seiring dengan kegiatan yang dilakukan manusia itu
sendiri. Dan ternyata kehadiran sampah di sekitar kehidupan manusia mempunyai
konsekuensi yang cukup besar terhadap kehidupan itu sendiri.
Pengelolaan sampah didefenisikan sebagai suatu bidang
yang berhubungan dengan pengaturan terhadap penimbunan, penyimpanan sementara,
pengumpulan, pemindahan dan pengangkutan, pemprosesan dan pembuangan sampah
dengan suatu cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip terbaik dari kesehatan
masyarakat, ekonomi, tehnik, perlindungan alam, keindahan dan
pertimbangan-pertimbangan lingkungan lainnya dan juga mempertimbangkan sikap
masyarakat. (Anonim, 2007a).
Dalam membicarakan sistem pengelolaan sampah, hal
yang sangat mendasar diketahui adalah:
1. Tujuan sistem
pengelolaan sampah
Suatu dari sistem pengelolaan sampah adalah optimalisasi
penggunaan sistem sebagai sarana pemecahan masalah setarap dengan
keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh yang menggunakan sistem tersebut,
maka kesemuanya itu dipengaruhi oleh pengaturan penggunaannya (Anonim, 1997).
Untuk mencapai pengelolaan sampah tersebut, bukanlah
masalah yang mudah mengingat semakin kompleksnya masalah yang berkaitan dengan
pengelolaan sampah tersebut, maka dari itu diperlukan cara/metode manajemen dan
tehnik yang tepat dalam pengelolaannya.
a. Faktor manajemen
bertujuan mencapai efesiensi dan
efektifitas pengelolaan sampah. Untuk mencapai hal ini diperlukan persyaratan
tehnis dari unsur-unsur pengelolaan sampah yang akan direncanakan
pengeoperasiannya dengan mempertimbangkan manajemen Perencanaan, Pelaksanaan
dan Pengawasan (P3). Faktor manajemen merupakan dasar pertimbangan dalam
pemilihan sistem yang akan diterapkan.
b. Faktor tehnik meliputi
metode-metode atau cara pelaksanaan elemen-elemen pengelolaan sampah dan yang
terkait di dalamnya adalah faktor tehnik sanitasinya, disamping itu
keberhasilan pengelolaan sampah juga dipengaruhi oleh aspek peran serta
masyarakat. Hal ini disebabkan adanya keterbatasan-keterbatasan dari
pengelolaan sampah sehingga meskipun kedua faktor tersebut telah diupayakan
secara maksimal tidak akan banyak berarti tanpa dukungan peran serta masyarakat
(Rasma, 2004).
5. Pengaruh Sampah Terhadap Kesehatan
Pengaruh
sampah terhadap lingkungan sangat bervariasi tergantung jumlah dan
karakteristik serta daya dukung lingkungannya (Madelan, 1999).
a.
Sampah yang
sulit/tidak dapat terurai bila dibuang pada suatu lahan akan mengganggu atau
merusak struktur komposisi tanah dan fungsi tanah sebagai bidang resapan air.
b.
Sampah yang
terbuang di selokan/kanal dan badan air sungai akan dapat menyebabkan banjir,
menghalangi penetrasi sinar matahari ke badan air, mengganggu kehidupan flora
dan fauna air, bahkan sampai mengurangi kepadatan populasi atau pemunahan flora
dan fauna tertentu sehingga dapat menurunkan daya dukung badan air tersebut dan
tidak sesuai peruntukan semula.
c.
Sampah yang
mudah membusuk dan mudah terurai karena kandungan komposisi bahan organik alami
yang tinggi. Jika terbuang pada suatu lahan atau badan air, akan terurai
menjadi unsur-unsur hara dsan asam-asaman, alkohol dan gas.
d.
Sampah
beracun/berbahaya prosesnya hampir serupa di atas, terutama timbulnya kematian
flora atau fauna dan kalau terus menerus terjadi akan menyebabkan kepunahan
populasi.
e.
Sampah yang
terbakar dan dibakar bukan pada incenerator menimbulkan pencemaran udara.
f.
Sampah
yang tertumpuk di pinggir jalan dapat menimbulkan kemacetan lalu lintas dan
bahkan mungkin terjadi kecelakaan.
E. Tinjauan Tentang Saluran
Pembuangan Air
Limbah
Air limbah merupakan
air yang berasal dari kamar mandi, air bekas cucian pakaian, cucian peralatan
dapur. Sarana pembuangan air limbah adalah suatu bangunan yang digunakan untuk
membuang air buangan dari kamar mandi, tempat cucian, dapur dan lain-lain bukan
dari jamban atau peturasan. (Ditjen PPM & PLP, 1996.)
Bebebrapa istilah yang
digunakan dalam pengelolaan air limbah :
- Kotoran rumah tangga (domestik sewage) adalah iar telah dipergunakan yang berasal dari rumah tangga atau perkamar mandi, tempat cuci piring, WC, serta tempat memasak.
- Air limbah (wastewater) adalah kotoran dari masyarakat dan rumah tangga dan juga yang berasal dari industri, air tanah, air permukaan serta buangan lainya.
- Saluran air limbah adalah perlengkapan pengeloaan air limbah. Bisa meggunakan pipa ataupun selokan yang dipergunakan untuk membawa air buangan dari sumbernya sampai ketempat pengolahan atau tempat pembuangan.
- Saluran tercampur (combined sewer) adalah saluran air limbah yang dipergunakan untuk mengalirkan air limbah baik yang berasal dari rumah tangga maupun yang berasal dari daerah industri, air hujan dan air permukaan.
- Saluran terpisah (separate Sewr) adalah cara pembuangan air limbah dengan cara mengadakan pemisahan antara air limbah yang berasal dari rumah tangga atau daerah pemukiman dan air limbah yang berasal dari daerah industri dengan daerah yang berasal dari luapan air hujan atau aliran pengeringan.
- Pembuangan system saluran (Sewerage) adalah cara pengelolaan iar limbah termasuk didalamnya mulai dari pengumpulan, pemompoaan, proses pengaliran sampai pada proses pengolahan berikutnya bangunan pengolahan.
- Bangunan air limbah adlah (sewage treatment plant) adalah kelompok bangunan yang dipergunakan untuk mengolah/memproses air limbah menjadi bahan –bahan yang berguna lainya serta tidak berbahaya bagi skelilingnya. Bangunan ini dinuat untuk wilayah tertentu sesuai dengan kapasitas bangunan tersebut. (Sugiharto, 2005).
Persyaratan saran pembuangan air limbah
:
Sarana pembuangan air limbah yang sehat harus memenuhi persyaratan sebagau
berikut :
- Tidak mencemari sumber air
- Tidak menimbulkan genangan air yang dapat dipergunakan untuk sarang nyamuk
- Tidak menimbulkan bau.
- Tidak menimbulkan becek-becek atau pandangan yang tidak menyenangkan.
Macam-macam Konstruksi saran pembuangan
air Limbah
Ada berbagai sistem
sarana pembuangan air limbah didaerah pedesan seperti kolam oksidasi, baik
pemeliharaan ikan lele yang langsung dibuang/disalurkan ke sungai. Berbagai
macam sarana pembuangan air limbah berdasarkan jenis materialnya :
- Sarana pembuangan air limbah dari bambu
- Sarana pembuangan air limbah dari kayu
- Sarana pembuangan air limbah dari drum
- Sarana pembuangan air limbah dari pasangan bata beton
- Sarana pembuangan air limbah dari Koral
Sarana pembuangan air limbah sederhana dengan memakai drum yaitu :
- Drum dengan tinggi 110 CM dilubang dengan jaraj 10 CM diseluruh bagian dinding drum
- Digalikan lubang luar dapur untuk menampung air limbah dengan ukuran panjang, lebar dan dalam masing-masing 110 Cm
- Dasar lubang diisi koral merata selebar 20 Cm lalu drum dimasukan kedalam lubang tersebut, dimana selah-selah drum ditimbun koral setinggi 110 Cm, serta letak drum dalam lubang dapat dilihat dari atas.
- Saluran air limbah dipasang antara cuci piring/pakaian dengan drum penampungan air limbah serta dibuatkan penutup dari kayu atau bambu.
- Setiap rumah harus memiliki saluran pembuangan air limbah dengan sarana air limbah seyogianya 100% di perkotaan dan 60 % dipedesaan.
BAB IV
TUJUAN
Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran Sanitasi
Kesehatan Lingkungan Masyarakat Di Kecamatan Bondoala Kabupaten Konawe Provinsi
Sulawesi Tenggara Tahun 2009 ditinjau dari sumber air bersih, jamban keluarga,
pengelolaan sampah, dan Saluran Pembuangan Air Limbah.
2. Tujuan Khusus
a.
Untuk
memperoleh gambaran Sanitasi Kesehatan Lingkungan Masyarakat Di Kecamatan
Bondoala Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2009 ditinjau dari
sumber air bersih
b.
Sanitasi
Kesehatan Lingkungan Masyarakat Di Kecamatan Bondoala Kabupaten Konawe Provinsi
Sulawesi Tenggara Tahun 2009 ditinjau dari jamban keluarga.
c.
Sanitasi
Kesehatan Lingkungan Masyarakat Di Kecamatan Bondoala Kabupaten Konawe Provinsi
Sulawesi Tenggara Tahun 2009 ditinjau dari pengelolaan sampah.
d.
Sanitasi
Kesehatan Lingkungan Masyarakat Di Kecamatan Bondoala Kabupaten Konawe Provinsi
Sulawesi Tenggara Tahun 2009 ditinjau dari Saluran Pembuangan Air
Limbah.
BAB. V
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah survei
deskriptif yaitu penelitian yang diarahkan untuk mendeskripsikan atau
menguraikan suatu keadaan di dalam komunitas atau masyarakat. Pada penelitian
ini akan dilihat gambaran Sanitasi Kesehatan Lingkungan Masyarakat Di Kecamatan
Bondoala Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2009 ditinjau dari
sumber air bersih, jamban keluarga, pengelolaan sampah, dan Saluran Pembuangan
Air Limbah.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2009 sampai dengan bulan
Agustus 2009 bertempat di Kecamatan Bondoala Kab. Konawe Tahun 2009.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam
penelitian ini adalah semua Kepala Keluarga di Kecamatan Bondoala
Kabupaten Konawe Tahun 2009 yang berjumlah 2294 KK.
2. Sampel
Sampel adalah
populasi yang terpilih sebagai sampel .
(1) Metode
sampling yang di gunakan adalah Simple Random Sampling.
D. Pengumpulan Data
1. Data primer
Diperoleh dengan wawancara langsung terhadap responden
dengan menggunakan kuesioner
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh
dari instansi yang terkait dengan penelitian ini. Seperti kantor Desa,
BPS dan lain – lain
E. Pengolahan dan Penyajian Data
1. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer
program SPSS Versi 11,5
2. Penyajian Data
Data disajikan dalam bentuk
tabel distribusi dan diinterpretasikan dalam bentuk narasi.
BAB VI
RENCANA ANGGARAN
Rincian Anggaran Penelitian Studi
Sanitasi Kesehatan Lingkungan Masyarakat Di Kecamatan Bondoala Kabupaten Konawe
Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2009.
No
|
Komponen Biaya
|
Satuan
|
Jumlah
|
Biaya Satuan (Rp)
|
Jumlah (Rp)
|
A.
|
Pra Penelitian
|
||||
1. Pengumpulan
Literatur
|
-
|
-
|
-
|
300. 000
|
|
2. Pembuatan
Proposal
|
-
|
-
|
-
|
250. 000
|
|
3. Perbanyak
Kuisioner
|
Eksampelar
|
100
|
150
|
400. 000
|
|
Sub total A
|
950. 000
|
||||
b.
|
Pelaksanaan
|
||||
1. Transport
|
Orang
|
2
|
150. 000
|
300. 000
|
|
4. Dokumentasi
|
Unit
|
1
|
-
|
200. 000
|
|
Sub total B
|
500. 000
|
||||
c.
|
Pasca Penelitian
|
||||
1. Pengumpulan
Literatur
Tambahan
|
-
|
-
|
-
|
250. 000
|
|
2. Penyusunan dan
Perbanyak Laporan
Penelitian
|
-
|
-
|
-
|
300. 000
|
|
Sub total C
|
550. 000
|
||||
Total Biaya (A+B+C)
|
2. 000. 000
|
BAB VII
PERSONALIA PENELITIAN
No
|
Identitas Peneliti
|
Jabatan
|
Keterangan
|
1.
|
Nama
: Suhadi, S.K.M., M.Kes
J.
Kelamin : Laki-Laki
Gol/Pangk.Nip : III B/Penata Muda/ 132 325 997
Alamat
: BTN Azatata Blok H no 1.
Umur
; 32 Tahun
|
Ketua Peneliti
|
DAFTAR PUSTAKA
Depkes, 2001, Penyelenggaraan Puskesmas di Era
Desentralisasi. Depkes. Jakarta , 1999, Indonesia Sehat 2010-Visi Baru,
Misi, Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kesehatan,
Jakarta., 2000, Profil Kesehatan Indonesia, Jakarta, 2000, Paradigma
Baru Puskesmas Di Era Desentralisasi, Yogyakarta
Azwar Azrul, 1999, Pengantar Administrasi Kesehatan,
Binarupa Aksara, Jakarta
Depkes, 2003. Manajemen Puskesmas Pendekatan ARRIME. Jakarta.,1996 Puskesmas dan
Kegiatan Pokonya. Jakarta,.
Gani, Ascobat, 2005, Kesehatan Masyarakat “ Petakan
Kondisi Puskesmas “.
Ngatimin, M.Rusli, 1987, Upaya meningkatkan kesehatan
Masyarakat di Pedesaan, Ujung Pandang
Notoatmodjo, 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat. PT.
Rineka Cipta, Jakarta. 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka
Cipta Jakarta
, 2007, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku,
Rineka Cipta Jakarta
Muninjaya,.A, 1999, Manajemen Kesehatan, Penerbit
Buku Kedokteran EGC Jakarta
Pedoman Manajemen Puskesmas, 2002 Proyek Kesehatan
Keluarga Dan Gizi. Departemen Kesehatan Jakarta
Saifuddin F.D., 1995, Pendekatan Sistim Dalam
pengorganisasian Pelayanan Kesehatan, Majalah Kesehatan Masyarakat
Indonesia tahun XV, Nomor 9
Sugiyono. 1993. Metode Penelitian Administratif.
Alfabeta, Bandung.
SugiYono, 2006. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif.
Alfabeta, Bandung.
1 komentar:
mantap ini, salam sukses
Posting Komentar